Meskipun berbagai disrupsi muncul dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa orangtua yang memiliki anak di akhir sekolah menengah atas sempat berkunjung ke rumah dan mempertanyakan masa depan aktivitas bermain game apakah dapat dijadikan sandaran hidup kelak ketika mereka tua? Hal ini juga muncul ketika dahulu generasi mereka di saat muda memilih bidang olahraga fisik sebagai pekerjaannya. Bagaimana masa depannya kelak ketika mereka tua? Kekhawatiran yang wajar mengingat produktivitas manusia tidak sama lagi setelah beranjak tua.
Lalu, bagaimana masa depannya saat tidak lagi muda?
Jika dilihat dari analogi bahwa ada olahragawan yang akhirnya setelah berhasil di bidangnya kemudian berhenti dan bergelut di dunia bisnis olahraga, atau menjadi pelatih professional di bidangnya masing-masing, atau menjadi artis/aktor, atau bahkan menjadi abdi negara karena dinilai telah mengharumkan daerahnya, tentu hal ini bisa dianggap sebagai kemungkinan yang bisa terjadi juga pada para olahragawan e-sport.
Berbagai kompetisi baik daerah, nasional, maupun internasional merupakan kesempatan yang sama seperti kompetisi olahraga fisik yang kita kenal sebelumnya. Keahlian yang dipupuk dan menghasilkan prestasi dapat menjadikannya sebagai pelatih, atau pebisnis, atau content creator di media sosial yang menghasilkan pendapatan dari sumber yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh generasi para orangtua.
Analogi yang lain dapat kita lihat di dunia perkantoran dimana seseorang tidak selamanya berada pada pekerjaan di wilayah teknis. Ada yang dianggap cakap dan diminta untuk mengelola pekerjaan secara manajerial dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Ada fase perpindahan jenis kerja ketika beranjak usianya, bagi mereka yang dinilai cakap dan berhasil. Adalah hal yang umum jika dibutuhkan keahlian atau passion untuk seseorang bisa masuk ke tingkat berikutnya.
Bermain di bidang e-sport juga harus melihat semua itu. Jika seseorang tidak punya passion, kemauan untuk meningkatkan diri, dan usaha untuk terus bertanding di tingkatan yang lebih tinggi, maka orang tersebut hanya akan menjadi pemain game pengisi waktu senggang saja, bukan olahragawan e-sport. Dibutuhkan usaha yang kuat karena profesi ini memang seperti umumnya olahragawan lainnya, tetapi dalam dunia game.
Presiden Jokowi telah menyatakan dukungannya terhadap industri game di Indonesia. Bahkan dalam pidatonya di pembukaan Pasanggirinas dan Kejurnas Silat ASAD pada bulan Agustus 2017 Presiden Jokowi menyampaikan agar pendidikan Indonesia membuka jurusan e-sport. Hal ini tentunya menimbulkan optimisme bagi para pelaku industri game di tanah air. Perhatian Presiden Jokowi ini dibuktikan dengan diadakannya eksibisi e-sport di Asian Games 2018 yang lalu. Melalui eksebisi di Asian Games ini diharapkan orangtua di Indonesia menjadi percaya bahwa e-sport juga merupakan olahraga resmi yang bisa menghasilkan prestasi nyata bagi atletnya.
Menurut Haryono Kartono yang merupakan Country Bussiness NVidia Indonesia, e-sport merupakan profesi baru yang menjanjikan. Para atlet e-sport nanti akan dibayar dengan gaji yang jauh dari Upah Minimum Regional kota manapun di Indonesia oleh sebab itu sudah selayaknya e-sport mendapat persepsi baru di mata masyarakat Indonesia.
Beberapa sumber pendapatan olahragawan e-sport antara lain adalah hadiah lomba atau turnamen yang tentunya semakin tinggi skalanya semakin tinggi hadiahnya. Hal ini mirip dengan kejuaraan-kejuaraan yang diikuti oleh atlet bulutangkis, sepakbola, catur, dan lainnya. Hadiah kejuaraan-kejuaraan ini apabila sudah berlevel internasional bisa mencapai puluhan ribu dollar US. Kemudian selain itu karena atlet sebagai salah satu public figure hal ini tentunya juga mendatangkan sponsor yang ingin menggunakan jasa mereka sebagai media promosi baik produk maupun jasa. Bagi mereka yang punya talenta dan mau gigih terus berusaha, e-sport bisa menjadi salah satu profesi mereka di masa depan.
Agus Cahyo Nugroho, S.Kom, M.T