

Internship Fair and Digital Talent War 2025
Semarang, 13 November 2025 — Universitas Katolik Soegijapranata menjadi pusat perhatian ekosistem digital nasional lewat penyelenggaraan Internship Fair and Digital Talent War 2025, sebuah forum besar yang mempertemukan mahasiswa, industri teknologi, dan pemerintah dalam memperkuat kesiapan talenta digital Indonesia. Acara ini menghadirkan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Nezar Patria, S.Fil., M.Sc., M.B.A., sebagai keynote speaker.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menegaskan bahwa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini menjadi isu global yang mendesak dan memerlukan kesiapan serius dari Indonesia. Hal itu disampaikan dalam sebuah acara di Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, yang juga dihadiri Kepala BPSDM Kominfo, Bonifasius Wahyu Pujianto, Ph.D., Kepala BPSDMD Komunikasi dan Digital D.I. Yogyakarta, Anton Susanto, S.E., M.T.I., serta pimpinan universitas dan fakultas, termasuk Rektor Unika Soegijapranata Ir. Robertus Setiawan Aji Nugroho, Ph.D., para wakil rektor, jajaran dekanat Fakultas Ilmu Komputer, Ketua Program Studi Sistem Informasi, Ketua Program Studi Teknik Informatika, perwakilan industri, dosen, dan mahasiswa.
Dalam pemaparannya, Wamen Nezar membagikan hasil pengamatan dari kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat, termasuk partisipasinya dalam short course Emerging Technology Policy di Duke University. Menurutnya, lebih dari 80 persen diskusi yang ia ikuti berfokus pada perkembangan dan proyeksi penggunaan AI dalam ekonomi global. “Dimanapun saya berada, AI selalu menjadi topik pembicaraan utama. Amerika sendiri belum menemukan kesimpulan final mengenai bentuk ekonomi baru yang lahir akibat percepatan teknologi ini,” ujar Nezar.
Ia menekankan bahwa persaingan penguasaan AI akan berdampak langsung pada masa depan tenaga kerja global. “Siapa yang menguasai AI akan bergerak lebih cepat dari yang tertinggal,” ujarnya. Fenomena itu, tambahnya, kini juga terlihat di Indonesia. Hampir semua seminar, forum teknologi, dan kegiatan akademik di berbagai kota besar menempatkan AI sebagai tema utama. “Sekarang judul acara rasanya kurang menarik kalau tidak ada kata ‘AI’ di belakangnya. Itu menunjukkan besarnya perhatian publik terhadap teknologi ini,” katanya.
Nezar juga melihat peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi bagian penting dalam rantai pasok industri AI global. Indonesia memiliki sumber daya alam strategis seperti silika, emas, timah, dan mineral kritis yang dibutuhkan untuk produksi semikonduktor—komponen utama dalam perangkat berbasis AI. Namun, ia mengingatkan bahwa hingga kini Indonesia belum memproduksi komponen inti semikonduktor, termasuk benang emas untuk perakitan chip yang masih dipasok Jepang. “Dalam industri semikonduktor, kita baru berada di lapisan tenaga kerja dan laboratorium. Kita belum masuk ke komponen kunci,” ungkapnya.
Menurut Nezar, dua langkah besar harus diambil Indonesia jika ingin menjadi pemain utama: pertama, menembus rantai pasok industri AI dari hulu ke hilir; kedua, memperkuat kapasitas nasional melalui investasi, riset, dan kebijakan strategis. Ia mencontohkan langkah agresif yang kini dilakukan beberapa negara Eropa untuk mengejar ketertinggalan dari Amerika dan Tiongkok dalam pengembangan AI.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa perkembangan teknologi AI kini bergerak cepat ke arah generative AI, agentic AI, dan physical AI, termasuk tren AI on device yang memungkinkan pemrosesan data dilakukan langsung di perangkat tanpa bergantung sepenuhnya pada cloud. “Perubahan ini akan menggeser lanskap industri digital. Pemrosesan yang dulu terpusat kini semakin personal,” jelasnya.
Nezar juga menambahkan bahwa dalam ekosistem baru ini, data menjadi komoditas paling berharga. “Dulu kita menambang minyak, sekarang dunia menambang data,” ujarnya. Nilai personalisasi, menurutnya, menjadi pusat perhatian dalam sektor teknologi digital dan media sosial modern.
Ia menutup pemaparannya dengan sebuah contoh yang ia temui di Amerika: sebuah toko pizza kecil yang berhasil viral dan meningkatkan penjualan berkat pemanfaatan agentic AI untuk pemasaran dan otomasi layanan. “Itu bukti bahwa AI bukan sekadar alat industri besar. Bisnis kecil pun bisa terdorong naik dengan memanfaatkannya,” kata Nezar.
Dalam pernyataan penutup, ia menegaskan bahwa Indonesia harus mengambil posisi strategis dalam revolusi AI global. “Masa depan tidak menunggu. Kita harus memastikan Indonesia menjadi pemain, bukan penonton, di era teknologi yang bergerak cepat ini,” tegasnya.

